Tilang di Republik Indonesia

Kata tilang sendiri ternyata merupakan singkatan dari bukti pelanggaran lalulintas tertentu, yang pertama kali diperkenalkan oleh Kepolisian Republik Indonesia pada 1972.

 Tilang itu adalah satu sistim jang menjederhanakan bentuk surat tanda penerimaan, berita ajara, surat panggilan, surat tuduhan djaksa, keputusan hakim, surat pernjataan menerima keputusan hakim dan perintah tanda pembajaran ~ Buletin Antara 29 Pebruari 1972

Tilang berfungsi sebagai undangan kepada pelanggar lalu lintas untuk menghadiri sidang di Pengadilan Negeri, serta sebagai tanda bukti penyitaan atas barang yang disita oleh Polisi Lalu Lintas dari pelanggar.

Ini sekelumit yang saya pahami dari kerepotan birokrasi yang mesti dihadapi oleh warga negara yang beritikad baik tidak melakukan suap setidaknya sudah berusaha. Banyak peraturan dan selalu berubah-ubah tanpa ada penjelasan akurat bagaimana prosedur baku yang berlaku. Masalah klasik di republik ini rakyat dianggap akan langsung paham prosedur dan peraturan paling mutakhir padahal aparat pun seringkali gagap.

Kembali ke masalah ketika anda ditilang, informasi penting yang harus anda dapatkan ketika ditilang adalah:

  1. Kesalahan anda apa, pelanggaran pasal berapa (saat ini acuannya adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan)
  2. Catat nama Polisi Lalu Lintas yang menilang dan catat kesatuan/unit ia bertugas (dapat ditanyakan ke petugas).
  3. Perhatikan tanggal sidang dan di Pengadilan Negeri mana (tanyakan lokasinya bila anda tidak tahu)

Hal ini menghindari tulisan di kertas tilang yang sulit dibaca yang sering sekali terjadi, jadi catat saja sendiri di tempat terpisah. Saat berbicara dengan petugas polisi kendalikan emosi anda tetap bersikap tenang dan sopan,  jawab dengan jujur semua pertanyaan petugas. Petugas sendiri dapat melakukan penyitaan terhadap SIM (standar yang disita adalah ini), STNK, STCK (Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor) bahkan kendaraan bermotor anda.

Mengenai surat tilang sendiri terdiri dari 5 lembar dengan warna berbeda, yaitu:

  1. Warna merah untuk pelanggar
  2. Warna biru untuk pelanggar
  3. Warna hijau untuk Pengadilan Negeri
  4. Warna kuning untuk arsip Kepolisian
  5. Warna putih untuk Kejaksaan Negeri

Ada pembedaan dalam pemberian surat tilang warna apa yang diberikan ke pelanggar yaitu:

  1. Hanya lembar warna MERAH bila pelanggar memilih penyelesaian melalui sidang Pengadilan Negeri, ini sekaligus menjadi pilihan standar petugas bila pelanggar tidak melakukan permintaan lain dan tidak menolak tanda tangan pada surat tilang.
  2. Hanya lembar warna BIRU bila pelanggar ingin menitipkan denda pembayaran maksimal sebelum tanggal sidang.
  3. Lembar MERAH dan BIRU bila pelanggar tidak mengakui kesalahan dan menolak tandatangan di surat tilang, ini sekaligus akan membuat pihak Pengadilan menghadirkan petugas yang menilang di sidang perkara sebagai saksi.

Dari pengalaman saya beberapa pilihan penyelesaian yang bisa diambil ketika surat tilang Merah atau Biru sudah di tangan (pernah mendapat keterangan lisan dari petugas yang menilang bahwa di pelaksanaan penyelesaian tilang slip merah atau biru diperlakukan sama) yaitu:

  • Pilihan Pertama anda membayar sebesar nilai denda maksimal sesuai peraturan terakhir (saat ini: UU No.22 Tahun 2009) sebelum tanggal sidang besarnya tergantung pasal mana yang anda langgar. Petugas biasanya menyebut pembayaran denda ini dengan istilah titip sidang. Kenapa? karena yang berwenang memutuskan besar denda tilang berapa adalah Hakim di Pengadilan Negeri jadi besaran denda sebenarnya belum ada. Semestinya sesudah ada keputusan Pengadilan bila nilai denda tidak sebesar denda maksimal anda akan menerima pengembalian sisa uang yang sudah dititipkan dari Kejaksaan Negeri. Biasanya pembayaran denda titipan akan dilakukan dengan slip khusus ke bank yang ditunjuk (BRI cabang tertentu) atau langsung ke petugas di tempat anda mengambil SIM/STNK. Anda dapat mengambil SIM/STNK di SATLANTAS POLRES kota anda ditilang. Di Jakarta selain SATLANTAS POLRES ada juga yang mengambilnya di kantor DITLANTAS, SATGATUR dan SATPATWAL (itulah kenapa perlu mencatat nama petugas yang menilang dan kesatuan/unit ia berdinas). Bila anda ingin mengambil pilihan yang ini tanyakan saja dimana SIM/STNK bisa diambil sebelum tanggal sidang kepada petugas yang menilang.
  • Pilihan Kedua mengikuti sidang di Pengadilan Negeri sesuai tanggal sidang. Bila mengambil opsi ini sebaiknya datang pagi, pengalaman saya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sidang akan dimulai pukul 09.00-09.30 tergantung hakim tiba pukul berapa dan kira-kira pukul 10.00 pembayaran denda dan pengembalian SIM/STNK akan dimulai semestinya sebelum pukul 11.00 urusan anda sudah selesai.
  • Pilihan Ketiga mengambil SIM/STNK di Kejaksaan Negeri sesudah tanggal sidang. Bila beruntung antrian akan sepi tetapi seringkali cukup ramai, usahakan datang pagi sebelum jam istirahat makan siang (idealnya anda tiba pukul 9.00, jam istirahat Senin-Kamis pukul 12.00 dan Jumat 11.30)

Teorinya semua pilihan tersebut akan membuat anda membayar nilai denda yang sama sesuai keputusan Hakim di Pengadilan Negeri. Tetapi dari pengalaman saya pilihan kedua adalah yang termurah karena kita mendengar sendiri besarnya denda dan biaya perkara yang ditetapkan Hakim sekaligus langsung membayarnya di petugas Kejaksaan sesudah sidang selesai. Pilihan ketiga sedikit lebih mahal entah kenapa dan pilihan pertama paling mahal karena tidak adanya usaha pengembalian sisa uang yang telah anda titipkan.

Sementara soal kesulitan dan antrian pilihan kedua adalah yang perlu perjuangan karena antrian yang sangat ramai (di Jakarta Pengadilan Negeri manapun sangat ramai), pilihan ketiga lebih mudah sementara pilihan pertama kadang mudah kadang sulit bila anda tidak tahu tempat mengambilnya di mana.

Saya sendiri belum pernah memilih opsi tidak mengakui kesalahan dan menolak tanda tangan pada surat tilang sehingga mendapatkan lembar merah dan biru tilang. Karena saat ditilang sejak 2007 saya sudah 3 kali ditilang dan di Jakarta semua: Bundaran HI, Galur, Latuharhari  saya rasa memang saya sudah melakukan kesalahan yang disangkakan oleh petugas polisi dan belum tahu juga bahwa ada opsi menolak tanda tangan. Selain itu apabila kendaraan yang bermotor yang disita saya juga belum pernah mengalami, semoga tidak.  Selain itu penyelesaian tilang oleh pelanggar ternyata dapat diwakilkan kepada orang lain (kerabat, saudara, teman pelanggar) hal ini saya dapat dari salahsatu tulisan petugas polisi lalulintas (lihat referensi Pelayan Masyarakat-Tilang).

Yang patut disesalkan:

  • Tidak ada sosialisasi mengenai prosedur,hak dan kewajiban mengenai tilang yang ditulis lengkap, tidak membingungkan dan mutakhir (sebuah artikel di situs pemerintah resmi akan sangat membantu atau sekalian cantumkan di belakang surat tilang secara singkat dengan bahasa yang mudah dipahami).
  • Tidak adanya tanda terima apapun mengenai berapa denda yang sudah kita bayarkan kepada negara selain staples di SIM/STNK (pada opsi pertama hanya slip penyetoran titipan denda maksimal yang ada bila menyetor ke BRI, pada opsi kedua dan ketiga tidak ada) semestinya pemberian tanda terima atau bahkan penyetoran denda tilang oleh rakyat ke kas negara langsung di bank persepsi/kantor pos diwujudkan oleh pemerintah demi meningkatkan transparansi dan kepercayaan rakyat kepada pemerintah.
  • Seringkali SIM/STNK pelanggar belum diterima kantor petugas Kepolisian karena petugas yang menilang belum menyetorkan SIM/STNK ke kantornya walaupun sudah lewat hari saat tilang dilakukan. Masalah yang sama bisa juga terjadi di Pengadilan Negeri, saat tanggal sidang Pengadilan belum menerima berkas SIM/STNK pelanggar. Untuk masalah seperti ini biasanya petugas di Kantor Kepolisian atau Pengadilan akan mencarikan berkasnya terlebih dahulu kira-kira tersangkut dimana (kadang ditemukan hari itu juga bisa juga tidak).
  • Banyaknya calo-calo yang berkeliaran di depan Pengadilan Negeri, kadang melakukan intimidasi dan tampaknya dibiarkan saja oleh petugas. Antrian pengambilan nomor urut dan pengambilan SIM/STNK yang tidak beraturan dan tidak pantas disebut antrian lebih pantas disebut kerumunan.
  • Petugas Polisi Lalu Lintas (kita sebut saja oknum) yang cenderung mengarahkan ke jalan “perdamaian”. Semestinya walaupun ada anggota masyarakat oknum juga? menawarkan suap tolak saja, bila perlu peringatkan/proses saja yang mengiming-imingi suap kepada petugas.

Sudah saatnya pemerintah mempermudah rakyat yang ingin berbuat benar jangan hanya sekedar slogan di spanduk-spanduk bahwa suap adalah pelanggaran hukum tetapi praktek di lapangan rakyat yang tidak mau melakukan suap dibiarkan kebingungan dan kesulitan, lebih buruk lagi malah jadi melakukan suap saja karena lebih mudah, diarahkan bahkan karena sudah apatis.

Surat setoran titip sidang

Slip penyetoran denda maksimal (titip sidang) pada BRI Cabang Veteran Jakarta Pusat

 

Catatan:  tulisan berdasarkan pengalaman pribadi dan beberapa teman, tentunya tulisan di atas hanya pemahaman pribadi yang rawan sekali terdapat kesalahan.

Referensi dan artikel menarik:
  • Pelayan Masyarakat – Tilang tentang prosedur tilang di sisi Kepolisian dan penjelasan mengenai surat tilang.
  • Majalah Tempo 25 Maret 1972 – Diperkenalkan Tilang tentang pertama kali pemberlakuan tilang.
  • Okezone – Diajak Damai Foto Saja Mukanya tentang aksi pungutan liar oleh petugas Kepolisian.
  • rakyatmerdeka – Kejaksaan Diduga Belum Setor Duit Tilang Rp 4,4 M
  • poskota – Disidang, 12 Ribu Pelanggar Lalu Lintas di Bandung tentang 12 ribu orang menunggu, sidang tertunda karena cuti bersama.
  • vibizdaily – Kedisiplinan Pengendara Masih Kurang karena sterilisasi jalur busway 8 ribu orang disidang di PN Jakpus dan 6 ribu orang di PN Jaksel dalam satu hari.

4 Respons